Molase adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum officinarum). Tetes tebu berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Molase tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi 50-60%, asam amino dan mineral. Tingginya kandungan gula dalam molase sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Dari 1000 Kg molases terkandung 450 – 520 Kg gula yang bisa menghasilkan 250 L etanol.
Perbandingan hasil biomassa dengan bioetanol adalah 4 : 1. Dari hitung – hitung biaya produksi oleh orang yang berkecimpung dibidang pengembangan bahan bakar bioetanol, pengembangan bioetanol berbahan baku molases bisa didapatkan tingkat keuntungan sampai 24%, lebih tinggi dari bioetanol berbahan baku singkong yang tingkat keuntungannya hanya mencapai 19%.
Belakangan ini Perekonomian Indonesia diguncang oleh melambungnya harga minyak bumi (berkisar US$ 90 – US$ 100) yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Pemerintah terpaksa menaikan nilai subsidi BBM tetapi harga yang tidak stabil menyebabkan subsidi terus semakin tinggi. Ditambah lagi informasi bahwa persediaan bahan bakar fosil akan habis dalam waktu 23 tahun kedepan jika dieksploitasi terus menerus tanpa ada penggantian. Kondisi seperti ini tidak kondusif untuk negara Indonesia, karena itu pemerintah menggalakan penggunaan Biofuel. Kebutuhan premium di tahun 2008 diperkirakan 19.660 KL sementara hasil bioetanol diperkirakan hanya 1.376 KL. Ditahun 2010 diperkirakan kebutuhan minyak sangat tinggi yaitu 22.950 KL sementara pasokan dari bioetanol hanya sekitar 2.251KL(SBRC,2008). Sangat luas peluang untuk mengisi bagian yang kurang ini. Dari keseluruhan produksi bioetanol di dunia, Indonesia baru menyumbang 44 juta galon di tahun 2004 dan 45 juta galon ditahun 2005, masih sangat kecil jika dibanding dengan Brazil yang sudah menghasilka 4.227 juta galon tahun 2005. Biofuel adalah bahan bakar yang berasal dari nabati, bisa berupa biodiesel ataupun bioetanol. Diseluruh indonesia sekarang ini sudah ada 200 SPBU yang menyediakan biofuel (Trubus, 2007).
Di Indonesia perkebunan tebu banyak terdapat di Pulau Jawa. Di Sumatera Barat boleh dikatakan lahan ini belum tersentuh. Petani tebu maupun singkong, baru memanfaatkan tanamannya untuk makanan saja seperti bermacam-macan keripik dan jajanan begitu juga tebu yang diolah jadi gula. Tebu dimanfaatkan untuk membuat gula dan dijual ke pasar tradisional. Pemanfaatan tebu belum maksimum, karena produksi dilakukan sesuai kebutuhan dan permintaan pasar.
Berikut adalah proses pembuatan bioetanol dari molase dan tebu:
1. Menyediakan semua zat dan bahan untuk fermentasi. Zat yang menjadi nutrisi untuk pertumbuhan kapang dan kapang itu sendiri.. Beberapa zat kimia didapat dari toko zat kimia, pasar tradisional, dan laboratorium.
2. Membuat rancangan alat dan mendiskusikannya dengan pembuat alat ( tukang besi ). Pembuatan alat di sesuaikan dengan kondisi kerja mesin las dan bahan yang bisa dibentuk, sesuai keinginan dan prinsip destilasi alat yang dirancang. Melakukan fermentasi pembuatan bioetanol skala laboratorium. Hal ini penting dilakukan untuk men-cek keberhasilan prosedur yang digunakan terhadap ekstrak tebu lokal yang jelas berbeda dengan ekstrak tebu yang sudah dicobakan
3. Melakukan fermentasi pembuatan bioetanol skala laboratorium. Hal ini penting dilakukan untuk men-cek keberhasilan prosedur yang digunakan terhadap ekstrak tebu lokal yang jelas berbeda dengan ekstrak tebu yang sudah dicobakan. Bahan kimia yang di gunakan sebagai nutrisi pada fermentasi. Pposes fermentasi 250 ml ekstrak tebu. Setelah 7 hari fermentasi, dilakukan destilasi dengan menggunakan alat destilasi di laboratorium. Dari 250 ml ekstrak tebu ini dihasilkan bioetanol ± 60 ml.
Pada percobaan pertama penggunaan alat yang dirancang, dilakukan terhadap 5 L air tebu dan dihasilkan lebih kurang satu botol sprit bioetanol. Dalam pelaksaaan ini terdapat beberapa kelemahan alat diantaranya selang yang kurang tahan terhadap panas, sehingga hasil yang di dapat tidak maksimum. Perlu dilakukan lagi reparasi alat, dimana selang diganti dengan selang kawat dan pada tempat tertentu dengan paralon. Silinder selang di dalam alat pendingin juga di perpanjang agar pendinginan sempurna. Sosialisasi terhadap pak nasir dan beberapa petani sekitar telah dikukan sebagai tahap awal, dan mereka menyambut baik rencana ini. Terlihat beberapa suasana pada gambar 3 di bawah ini.
Pemerasan air tebu yang sudah dibersihkan dilakukan secara tradisional, dengan pemutar yang ditarik oleh seekor kerbau. Air tebu langsung disterilkan dan ditambah dengan nutrisi sesuai takaran yang telah ditentukan. Air tebu disterilkan dan dibiarkan sampai mencapai suhu kamar, lalu ditambahkan inokulum / starter untuk selanjutnya dibiarkan selama 7 harai agar terjadi fermentasi
sempurna. Selanjutnya, 7 hari berikut baru dilaksanakan penyulingan bioetanol. Bioetanol yang dihasilkan ini bernilai 95 %, artinya masih mengandung 5 % air. Agar bisa dijual ke pasaran, maka bioetanol ini di aduk/ kocok dengan zat pengering ( CaO) sehingga didapatkan bioetanol 99%. Bioetanol inilah yang bisa dipakai sebagai campuran bahan bakar kendaraan bermotor.
sumber: http://repository.unand.ac.id/3416/1/YUMAIHANA.pdf